Selasa, 27 Oktober 2020

TEORI DASAR PEMBELAJARAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI

 A.      Teori Sibernetik

Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relatif baru dibandingkan dengan teori-teori belajar yang telah ada, seperti teori belajar behavioristik, konstruktivistik, humanistik, dan teori belajar kognitif. Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu informasi. Teori ini memiliki kesamaan dengan teori kognitif yaitu mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar. Perbedaan teori ini dengan teori belajar kognitif adalah bahwa proses belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi yang dipelajari. Cara belajar secara sibernetik terjadi jika peserta didik mengolah informasi, memonitornya, dan menyusun strategi berkenaan dengan informasi tersebut. Hal yang terpenting dalam teori ini adalah “sistem informasi” yang akan menentukan terjadinya proses belajar. Menurut teori ini tidak ada satupun cara belajar yang ideal untuk segala situasi. Sebuah informasi mungkin akan dipelajari oleh seorang peserta didik dengan satu macam proses belajar, dan informasi yang sama mungkin akan dipelajari peserta didik yang lain melalui proses belajar yang berbeda.

Salah satu penganut aliran sibernetik adalah Landa, yang menggunakan model pendekatan berpikir algoritmik dan heuristic. Proses berpikir algoritmik adalah proses berpikir yang sistematis, secara bertahap, konvergen, dan linier menuju ke satu sasaran/tujuan tertentu. Contoh analogi model algoritmik adalah kegiatan menjalankan mesin mobil, dimana dalam menjalankan mesin mobil kegiatan yang dilakukan dijalankan secara berurutan. Proses berpikir heuristic adalah cara berpikir divergen, menuju beberapa sasaran/tujuan sekaligus. Contoh berpikir heuristik adalah memahami suatu konsep yang mengandung arti ganda atau multi tafsir. Pendekatan heuristik menuntut peserta didik berpikir divergen, dengan memikirkan alternatif jawaban dan beberapa sasaran. Contoh penerapan pembelajaran yang melibatkan proses berpikir heuristik misalnya penemuan cara memecahkan masalah menggunakan metode problem solving. Tokoh sibernetik yang lain adalah Pask dan Scott yang memperkenalkan tipe peserta didik yang holistik dan tipe serial. Peserta didik tipe holistik cenderung mempelajari sesuatu dari tahap yang paling umum ke tahap yang lebih khusus, sedangkan peserta didik tipe serial cenderung berpikir secara algoritmik. Beberapa tokoh yang mengembangkan teori belajar terkait dengan pengolahan informasi selain Landa, Pask, dan Scott adalah Gagne, Berliner, Biehler, Snowman, Baine, dan Tennyson.

Pembelajaran sibernetik sering disinonimkan dengan umpan balik (feedback) dalam konteks pendidikan. Umpan balik ini sangat penting artinya bagi keberhasilan belajar dan pembelajaran. Umpan balik dari peserta didik memungkinkan guru dapat mengetahui apakah materi yang disampaikan telah dipahami dan apa kesulitan peserta didik dalam memahami informasi. Informasi umpan balik memungkinkan guru dapat merancang tindakan remedial yang relevan untuk dilakukan. Berdasarkan umpan balik tersebut siswa juga dapat memutuskan tindakan apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan hasil belajarnya jika kurang memuaskan. Sebaliknya, umpan balik dari guru misalnya dalam bentuk nilai atas hasil kerja peserta didik akan mengingatkan mereka sampai sejauh mana penguasaannya terhadap materi yang sedang dipelajari.

Fungsi guru dalam pembelajaran sibernetik adalah: merencanakan, mempersiapkan dan melengkapi stimulus yang penting untuk masukan simbolik (informasi verbal, kata-kata, angka-angka, dan sebagainya) dan masukan referensial (objek dan peristiwa). Guru berperan membimbing peserta didik memahami informasi yang cocok dan membimbing mereka memanipulasikan proses memahami konsep dan mempersiapkan umpan balik (feedback) dari sebuah latihan/pembelajaran. Ada 9 langkah pengajaran yang perlu diperhatikan oleh guru dalam menerapkan teori sibernetik, yakni:

1)     Melakukan tindakan untuk menarik perhatian peserta didik

2)     Memberikan informasi kepada peserta didik mengenai tujuan pengajaran dan topik yang akan dibahas

3)     Merangsang peserta didik untuk memulai aktivitas pembelajaran

4)     Menyampaikan isi pelajaran yang dibahas sesuai dengan topik yang telah ditetapkan.

5)     Memberikan bimbingan bagi peserta didik dalam melakukan aktivitas dalam pembelajaran.

6)     Memberikan penguatan pada perilaku pembelajaran peserta didik.

7)     Memberikan umpan balik terhadap perilaku yang ditunjukkan peserta didik

8)     Melaksanakan penilaian proses dan hasil belajar

9)     Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengingat dan menggunakan hasil pembelajaran.

 

Penerapan teori sibernetik dalam proses belajar mengajar, paling tidak mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

1)     Menentukan tujuan instruksional

2)     Menentukan materi pelajaran

3)     Mengkaji sistem informasi yang terkandung dalam materi tersebut

4)     Menentukan pendekatan belajar yang sesuai dengan sistem informasi itu (apakah algoritmik atau heuristik)

5)     Menyusun materi dalam urutan yang sesuai dengan sistem informasinya

6)     Menyajikan materi dan membimbing peserta didik belajar dengan pola yang sesuai dengan urutan pelajaran

Menurut teori sibernetik merupakan proses pengolahan informasi. Hal ini mirip dengan teori kognitif yang lebih menekankan pada proses belajar daripada hasil belajar. namun pada teori sibernetik, hal yang lebih penting adalah pengolahan/pemrosesan informasi yang dipelajari oleh peserta didik. Berdasarkan teori ini, sistem informasi akan menentukan proses belajar. Teori sibernetik mengasumsikan bahwa tidak ada proses belajar yang ideal dan cocok untuk semua peserta didik. Setiap peserta didik dapat menempuh beberapa proses yang berbeda dalam mengolah informasi yang sama.

B.      Teori Pemrosesan Informasi

Robert Mills Gagne memperkenalkan teori pemerosesan informasi yang merupakan teori kognitif tentang belajar yang menjelaskan bagaimana informasi diterima, disimpan, dan diambil kembali dari otak. Menurut teori ini, dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi yang kemudian diolah sehingga menghasilkan luaran dalam bentuk hasil belajar. Pemrosesan informasi mengacu pada cara-cara orang menangani rangsangan dari lingkungan, mengorganisasi data, melihat masalah, mengembangkan konsep dan memecahkan masalah dengan menggunakan lambang/simbol-simbol baik verbal maupun non-verbal. Gagne berpendapat bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan luaran dalam bentuk hasil pembelajaran. Hasil pembelajaran merupakan luaran dari pemrosesan informasi yang berupa kecakapan/kemampuan manusia yang terdiri atas informasi verbal, kecakapan intelektual, strategi kognitif, sikap (afektif), dan kecakapan motorik. Berikut ini dideskripsikan proses pengolahan informasi menurut teori pengolahan informasi.

 


Gambar 1.1 Skema pengolahan informasi

 


 

 

Gambar 1.2 Jenis memori dan keterkaitannya

 

Sesaat setelah stimulus diterima oleh indera, otak segera memproses stimulus tersebut. Gambaran yang ada dalam otak (persepsi) tidak persis sama dengan yang diterima oleh indera, karena persepsi merupakan interpretasi seseorang terhadap stimulus yang telah dipengaruhi oleh status mental, pengalaman masa lalu, pengetahuan yang telah dimiliki, motivasi, dan sebagainya. Persepsi masuk dan berada dalam register penginderaan dalam waktu yang relatif singkat (tidak lebih dari 2 detik). Jika tidak ada pemrosesan lebih lanjut atau terdesak informasi baru, maka informasi akan hilang/lupa, tetapi jika ada pemrosesan lebih lanjut maka informasi akan masuk dan tersimpan dalam memori jangka pendek. Persepsi yang telah diproses ditransfer ke memori jangka pendek, yang memiliki kapasitas yang terbatas (5 sampai 9 bit hal yang berbeda dalam waktu 10 sampai 20 menit). Informasi yang masuk ke memori jangka pendek dapat berasal dari register penginderaan atau dari memori jangka panjang dan sering terjadi secara bersamaan. Memori jangka panjang merupakan bagian dari sistem memori untuk menyimpan informasi dalam kurun waktu yang panjang dengan kapasitas yang besar Informasi yang telah tersimpan dalam memori jangka panjang tidak akan terlupakan. Namun, kemungkinan yang terjadi adalah kehilangan kemampuan untuk menemukannya kembali (recall). Proses pengolahan informasi dalam ingatan dimulai dari proses penyandian informasi (encoding), diikuti dengan penyimpanan informasi (storage), dan diakhiri dengan mengungkapkan kembali (retrieval) informasi-informasi yang telah disimpan dalam ingatan. Ingatan terdiri dari struktur informasi yang terorganisasi dan proses penelusurannya bergerak secara hirarkhis, dari informasi yang paling umum dan inklusif ke informasi yang paling umum dan rinci, sampai diperoleh informasi yang diinginkan.

Penerapan teori ini dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:

1)      Jangan terlalu cepat dalam menyampaikan informasi yang berbeda, dibutuhkan waktu agar informasi yang pertama tidak terdesak oleh informasi berikutnya.

2)      Jangan terlalu banyak ide yang diberikan dalam satu kali penyampaian, kecuali jika telah ada informasi pengait dalam memori jangka panjang.

3)      Dibutuhkan memberikan waktu/kesempatan berpikir pada peserta didik ketika harus menjawab pertanyaan.

 

Ada beberapa kelompok model pembelajaran pemerosesan informasi, antara lain: berpikir induktif, pemerolehan konsep, latihan inkuiri, inkuiri ilmiah, perkembangan kognitif, advance organizer, dan belajar pola (mnemonik). Tujuan pembelajaran dari masing-masing model pembelajaran tersebut dideskripsikan pada tabel berikut. 


Tabel 1.1 Kelompok Model Pembelajaran Pemerosesan Informasi

Model Pembelajaran

Pengembang

Tujuan Pembelajaran

Berpikir Induktif (Klasifikasi)

Hilda Taba (Bruce Joyce)

Mengembangkan kemampuan berpikir indukti, yakni keterampilan mengklasifikasi, membuat dan menguji hipotesis, serta memahami bagaimana membangun pemahaman konseptual tentang materi ajar.

Pemerolehan Konsep (Concept attainment)

Jerome Bruner

Fred Lighthall

Mengembangkan kemampuan mempelajari konsep, yakni strategi untuk memperoleh dan mengaplikasikan konsep. Peserta didik diharapkan mampu mengembangkan dan menguji hipotesis, serta belajar bermakna

Latihan Inkuiri (Inquiry Training)

Richard Suchman

Meningkatkan keingintahuan dan kemampuan melakukan eksplorasi, memahami cara mengumpulkan dan mengolah informasi, mengembangkan dan menguji hipotesis, membangun konsep, serta berpikir tentang sebab-akibat.

Inkuiri Ilmiah

Suchman

Meningkatkan keingintahuan terhadap sebuah fenomena, merancang ekplorasi, mengumpulkan dan menganalisis data untuk memahami fenomena yang terjadi.

Perkembangan Kognitif

Jean Piaget

Lawrence

Kohlberg

Edmun Sullivan

Irving Sigel

Meningkatkan pengembangan intelektual secara umum dan mengatur pembelajaran untuk memfasilitasi perkembangan intelektual

Advance Organizer

David Ausubel

Rancangan untuk meningkatkan kemampuan menyerap dan mengelola informasi, terutama belajar dari guru dan membaca 

Belajar Pola (mnemonik)

Michael Pressley

Joel Levin

Delaney

Meningkatkan kemampuan memperoleh informasi, konsep, sistem konseptual, dan control meta-kognitif dari kemampuan mengolah informasi

 

Beberapa model pembelajaran tersebut dapat diterapkan untuk pembelajaran berbantuan TIK (blended learning) atau belajar secara online. Berikut ini dijelaskan tentang model pembelajaran perolehan konsep dan model advance organizer.

 

1.       Model Pembelajaran Perolehan Konsep (Concept Attaintment)

Ada tiga jenis model perolehan konsep, yakni: a) model perolehan konsep berorientasi menerima, b) model perolehan konsep berorientasi seleksi, dan c) model materi tidak terorganisasi. Model perolehan konsep berorientasi menerima menempatkan peserta didik kurang aktif belajar dan guru bertindak lebih dominan sebagai sumber belajar. Model perolehan konsep berorientasi seleksi menempatkan peserta didik sebagai pembelajar aktif dalam memperoleh konsep. Model materi tidak terorganisasi menggunakan metode diskusi kelompok dalam upaya memperoleh konsep.

 

Tahapan umum pembelajaran perolehan konsep adalah sebagai berikut

1)      Perencanaan aktivitas perolehan konsep

1.1         mengidentifikasi tujuan

1.2         memilih contoh

1.3         mengurutkan contoh

1.4         memilih atau membuat media penyajian

2)      Implementasi aktivitas perolehan konsep

2.1         menyajikan contoh

2.2         menganalisis karakteristik konsep

3)      Mengevaluasi aktivitas perolehan konsep

 

Sintaks (Joice dan Weil, 2003):

Fase 1: presentasi data dan identifikasi konsep

Fase 2: menguji perolehan konsep

Fase 3: menganalisis strategi berpikir

 

Sintaks pembelajaran ini menurut Eggen dan Kauchak (1996) adalah sebagai berikut:


Fase

Deskripsi

Menyajikan contoh

Guru menyajikan contoh positif dan contoh negatif (atau bukan contoh) dan membimbing peserta didik untuk mengembangkan hipotesis

Menganalisis hipotesis

Peserta didik didorong untuk menganalisis hipotesis dengan menyajikan contoh baru

Penutup

Peserta didik menganalisis contoh untuk mengembangkan karakteristik kritis dan merumuskan definisi

Aplikasi

Guru menyajikan contoh tambahan dan peserta didik menganalisis contoh tersebut berdasarkan definisi yang telah dibuat



Sistem Sosial:

Guru mengatur tahapan belajar dan mendorong interaksi antar siswa, namun dialog terbuka terjadi pada fase akhir. Model ini relatif terstruktur, dimana siswa memiliki inisiatif melakukan proses induktif ketika memperoleh lebih banyak pengalaman.

 

Prinsip Reaksi:

Guru memberikan dukungan dan membantu peserta didik dalam membahas hipotesis, serta mendiskusikan dan mengevaluasi strategi berpikirnya.

 

Sistem Pendukung:

Bahan dan data harus diseleksi dan diatur dalam beberapa unit untuk digunakan sebagai bahan contoh. Peserta didik dapat membuat contoh jika sudah mahir.

 

Dampak:

Dampak instruksional dan dampak pengiring dari model pembelajaran ini dideskripsikan sebagai berikut:


 


Gambar 1.3 Dampak model pembelajaran perolehan konsep (Joice dan Weil, 2003)

 

 

Arends (2007) memaparkan tentang model pengajaran konsep yang dapat diterapkan untuk penguasaan konsep-konsep spesifik, sifat konsep, penalaran logis dan berpikir tingkat tinggi, serta komunikasi.


Gambar 1.4 Hasil belajar dari pengajaran konsep (Arends, 2007)

 

Sintaks pembelajaran konsep adalah sebagai berikut (Arends, 2007).


Fase

Kegiatan guru

1)      Klarifikasi tujuan dan menyiapkan peserta didik untuk belajar

Menjelaskan tujuan dan prosedur pembelajaran, serta mempersiapkan peserta didik untuk belajar

2)      Memberi contoh dan bukan contoh

Menyajikan konsep, mengidentifikasi atribut, memberi ilustrasi (contoh) dan bukan contoh.

3)      Menguji penguasaan peserta didik

Mempresentasikan contoh dan bukan contoh tambahan untuk menguji pemahaman peserta didik tentang konsep. Peserta didik diminta memberikan contoh dan bukan contoh

4)      Menganalisis proses berpikir dan integrasi pembelajaran peserta didik

Mengarahkan peserta didik untuk memikirkan tentang proses berpikirnya, menelaah keputusannya, dan konsekuensi keputusannya sendiri. Guru membantu peserta didik untuk mengintegrasikan pembelajaran dengan konsep lain.


 

2.       Model Pembelajaran Advance Organizer (Joice dan Weil, 2003)

Model pembelajaran ini dikembangkan berdasarkan teori David P Ausubel tentang belajar verbal bermakna. Teori tersebut terkait dengan organisasi pengetahuan, yakni bagaimana proses berpikir dalam mengolah informasi baru. Ausubel memikirkan cara menolong guru dalam menyampaikan informasi yang banyak dan bermakna, dimana guru bertindak sebagai penceramah. Model Ausubel dapat dijabarkan sebagai berikut:

 

1)      Perencanaan aktivitas Ausubel

1.1      Penentuan lingkup

1.2      Organisasi hirarki materi

1.3      Formulasi advance organizer

2)      Pelaksanaan aktivitas Ausubel

2.1      Penyajian advance organizer

2.2      Pembedaan progresif

2.3      Rekonsilisasi terpadu

3)      Evaluasi aktivitas Ausubel

 

Sintaks:

Fase 1: Penyajian Advance Organizer

Klarifikasi tujuan pembelajaran

Penyajian pengaturan (organizer)

Identifikasi atribut definisi

Memberikan contoh atau ilustrasi jika sesuai

Memberikan konteks

Pengulangan

Mendorong kesadaran peserta didik akan pengetahuan dan pengalaman yang relevan

Fase 2: Penyajian tugas belajar atau materi

Penyajian materi

Membuat keteraturan logis dari materi ajar secara eksplisit

Menghubungkan materi dengan pengaturan

Fase 3: Penguatan organisasi kognitif

Menggunakan prinsip untuk mengatur kembali hubungan secara terpadu

Membuat pendekatan kritis terhadap materi ajar

Klarifikasi ide

Menerapkan ide secara aktif

 

Sistem Sosial:

Sangat terstruktur, membutuhkan kolaborasi aktif antara guru dan peserta didik.

 

Prinsip Reaksi:

Negosiasi makna, menghubungkan materi dan organizer secara responsif

 

Sistem Pendukung:

Data yang cukup dan materi yang terorganisasi dengan baik

 

Dampak:

Dampak instruksional dan dampak pengiring dari model pembelajaran ini dideskripsikan sebagai berikut:


 



Gambar 1.5 Dampak model pembelajaran advance organizer (Joice dan Weil, 2003)

 

Advance organizer juga digunakan dalam model presentasi yang memiliki sintaks sebagai berikut (Arends, 2007).


Fase

Kegiatan guru

1)      Klarifikasi tujuan dan persiapan belajar

Guru mengemukakan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik untuk belajar

2)      Mempresentasikan advance organizer

Guru mempresentasikan advance organizer untuk memberikan kerangka materi belajar dan mengaitkan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik

3)      Mempresentasikan materi ajar

Guru mempresentasikan materi ajar secara bertahap mengikuti urutan logis dan makna bagi peserta didik

4)      Memantau dan memeriksa pemahaman, serta kemampuan berpikir peserta didik

Guru melontarkan berbagai pertanyaan dan mendorong peserta didik untuk berpikir logis dan kritis



 

DAFTAR PUSTAKA


Arends, R. I. (2007). Learning to Teach, Seventh Edition, New York: McGraw Hill

Eggen, P.D. & Kauchak, D.P. (1996). Strategies for teachers, 3rd Ed., Singapore: Allyn and Bacon

Joyce, B.,  Weil, M, & Showers, B. (2003). Model of Teaching, 5th Ed., New Delhi: Prentice-Hall Inc.