Teori
belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relatif baru dibandingkan
dengan teori-teori belajar yang telah ada, seperti teori belajar behavioristik,
konstruktivistik, humanistik, dan teori belajar kognitif. Teori ini berkembang
sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu informasi. Teori ini memiliki
kesamaan dengan teori kognitif yaitu mementingkan proses belajar dari pada
hasil belajar. Perbedaan teori ini dengan teori belajar kognitif adalah bahwa
proses belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi yang dipelajari. Cara
belajar secara sibernetik terjadi jika peserta didik mengolah informasi,
memonitornya, dan menyusun strategi berkenaan dengan informasi tersebut. Hal
yang terpenting dalam teori ini adalah “sistem informasi” yang akan menentukan
terjadinya proses belajar. Menurut teori ini tidak ada satupun cara belajar
yang ideal untuk segala situasi. Sebuah informasi mungkin akan dipelajari oleh
seorang peserta didik dengan satu macam proses belajar, dan informasi yang sama
mungkin akan dipelajari peserta didik yang lain melalui proses belajar yang
berbeda.
Salah satu
penganut aliran sibernetik adalah Landa, yang menggunakan model pendekatan
berpikir algoritmik dan heuristic. Proses berpikir algoritmik
adalah proses berpikir yang sistematis, secara bertahap, konvergen, dan linier
menuju ke satu sasaran/tujuan tertentu. Contoh analogi model algoritmik adalah
kegiatan menjalankan mesin mobil, dimana dalam menjalankan mesin mobil kegiatan
yang dilakukan dijalankan secara berurutan. Proses berpikir heuristic adalah
cara berpikir divergen, menuju beberapa sasaran/tujuan sekaligus. Contoh
berpikir heuristik adalah memahami suatu konsep yang mengandung arti ganda atau
multi tafsir. Pendekatan heuristik menuntut peserta didik berpikir divergen,
dengan memikirkan alternatif jawaban dan beberapa sasaran. Contoh penerapan
pembelajaran yang melibatkan proses berpikir heuristik misalnya penemuan cara
memecahkan masalah menggunakan metode problem
solving. Tokoh sibernetik yang lain adalah Pask dan Scott yang
memperkenalkan tipe peserta didik yang holistik dan tipe serial. Peserta didik
tipe holistik cenderung mempelajari sesuatu dari tahap yang paling umum ke
tahap yang lebih khusus, sedangkan peserta didik tipe serial cenderung berpikir
secara algoritmik. Beberapa tokoh yang
mengembangkan teori belajar terkait dengan pengolahan informasi selain Landa,
Pask, dan Scott adalah Gagne, Berliner, Biehler, Snowman, Baine, dan Tennyson.
Pembelajaran
sibernetik sering disinonimkan dengan umpan balik (feedback) dalam
konteks pendidikan. Umpan balik ini sangat penting artinya bagi keberhasilan
belajar dan pembelajaran. Umpan balik dari peserta didik memungkinkan guru
dapat mengetahui apakah materi yang disampaikan telah dipahami dan apa
kesulitan peserta didik dalam memahami informasi. Informasi umpan balik
memungkinkan guru dapat merancang tindakan remedial yang relevan untuk
dilakukan. Berdasarkan umpan balik tersebut siswa juga dapat memutuskan
tindakan apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan hasil belajarnya jika
kurang memuaskan. Sebaliknya, umpan balik dari guru misalnya dalam bentuk nilai
atas hasil kerja peserta didik akan mengingatkan mereka sampai sejauh mana
penguasaannya terhadap materi yang sedang dipelajari.
Fungsi guru
dalam pembelajaran sibernetik adalah: merencanakan, mempersiapkan dan
melengkapi stimulus yang penting untuk masukan simbolik (informasi verbal,
kata-kata, angka-angka, dan sebagainya) dan masukan referensial (objek dan
peristiwa). Guru berperan membimbing peserta didik memahami informasi yang
cocok dan membimbing mereka memanipulasikan proses memahami konsep dan
mempersiapkan umpan balik (feedback) dari sebuah latihan/pembelajaran.
Ada 9 langkah pengajaran yang perlu diperhatikan oleh guru dalam menerapkan
teori sibernetik, yakni:
1) Melakukan tindakan untuk menarik perhatian
peserta didik
2) Memberikan informasi kepada peserta didik
mengenai tujuan pengajaran dan topik yang akan dibahas
3) Merangsang peserta didik untuk memulai
aktivitas pembelajaran
4) Menyampaikan isi pelajaran yang dibahas
sesuai dengan topik yang telah ditetapkan.
5) Memberikan bimbingan bagi peserta didik dalam
melakukan aktivitas dalam pembelajaran.
6) Memberikan penguatan pada perilaku
pembelajaran peserta didik.
7) Memberikan umpan balik terhadap perilaku yang
ditunjukkan peserta didik
8) Melaksanakan penilaian proses dan hasil
belajar
9) Memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk mengingat dan menggunakan hasil pembelajaran.
Penerapan teori sibernetik dalam proses
belajar mengajar, paling tidak mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1)
Menentukan
tujuan instruksional
2) Menentukan materi pelajaran
3) Mengkaji sistem informasi yang terkandung
dalam materi tersebut
4) Menentukan pendekatan belajar yang sesuai
dengan sistem informasi itu (apakah algoritmik atau heuristik)
5) Menyusun materi dalam urutan yang sesuai
dengan sistem informasinya
6) Menyajikan materi dan membimbing peserta didik belajar dengan pola yang
sesuai dengan urutan pelajaran
Menurut teori sibernetik merupakan proses
pengolahan informasi. Hal ini mirip dengan teori kognitif yang lebih menekankan
pada proses belajar daripada hasil belajar. namun pada teori sibernetik, hal
yang lebih penting adalah pengolahan/pemrosesan informasi yang dipelajari oleh
peserta didik. Berdasarkan teori ini, sistem informasi akan menentukan proses
belajar. Teori sibernetik mengasumsikan bahwa tidak ada proses belajar yang
ideal dan cocok untuk semua peserta didik. Setiap peserta didik dapat menempuh
beberapa proses yang berbeda dalam mengolah informasi yang sama.
B.
Teori Pemrosesan Informasi
Robert Mills Gagne memperkenalkan teori pemerosesan informasi yang merupakan teori
kognitif tentang belajar yang menjelaskan bagaimana informasi diterima,
disimpan, dan diambil kembali dari otak. Menurut teori ini, dalam pembelajaran
terjadi proses penerimaan informasi yang kemudian diolah sehingga menghasilkan
luaran dalam bentuk hasil belajar. Pemrosesan
informasi mengacu pada cara-cara orang menangani rangsangan dari lingkungan,
mengorganisasi data, melihat masalah, mengembangkan konsep dan memecahkan
masalah dengan menggunakan lambang/simbol-simbol baik verbal maupun non-verbal.
Gagne berpendapat bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi
untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan luaran dalam bentuk hasil
pembelajaran. Hasil pembelajaran merupakan luaran dari pemrosesan informasi
yang berupa kecakapan/kemampuan manusia yang terdiri atas informasi verbal,
kecakapan intelektual, strategi kognitif, sikap (afektif), dan kecakapan
motorik. Berikut ini dideskripsikan
proses pengolahan informasi menurut teori pengolahan informasi.
Gambar 1.1 Skema
pengolahan informasi
Gambar 1.2 Jenis
memori dan keterkaitannya
Sesaat setelah stimulus diterima oleh indera, otak segera memproses
stimulus tersebut. Gambaran yang ada dalam otak (persepsi) tidak persis sama
dengan yang diterima oleh indera, karena persepsi merupakan interpretasi
seseorang terhadap stimulus yang telah dipengaruhi oleh status mental,
pengalaman masa lalu, pengetahuan yang telah dimiliki, motivasi, dan
sebagainya. Persepsi masuk dan berada dalam register penginderaan dalam waktu
yang relatif singkat (tidak lebih dari 2 detik). Jika tidak ada pemrosesan
lebih lanjut atau terdesak informasi baru, maka informasi akan hilang/lupa,
tetapi jika ada pemrosesan lebih lanjut maka informasi akan masuk dan tersimpan
dalam memori jangka pendek. Persepsi yang telah diproses ditransfer ke memori
jangka pendek, yang memiliki kapasitas yang terbatas (5 sampai 9 bit hal yang
berbeda dalam waktu 10 sampai 20 menit). Informasi yang masuk ke memori jangka
pendek dapat berasal dari register penginderaan atau dari memori jangka panjang
dan sering terjadi secara bersamaan. Memori jangka panjang merupakan bagian
dari sistem memori untuk menyimpan informasi dalam kurun waktu yang panjang
dengan kapasitas yang besar Informasi yang telah tersimpan dalam memori jangka
panjang tidak akan terlupakan. Namun, kemungkinan yang terjadi adalah
kehilangan kemampuan untuk menemukannya kembali (recall). Proses
pengolahan informasi dalam ingatan dimulai dari proses penyandian informasi (encoding),
diikuti dengan penyimpanan informasi (storage), dan diakhiri dengan
mengungkapkan kembali (retrieval) informasi-informasi yang telah
disimpan dalam ingatan. Ingatan terdiri dari struktur informasi yang
terorganisasi dan proses penelusurannya bergerak secara hirarkhis, dari
informasi yang paling umum dan inklusif ke informasi yang paling umum dan
rinci, sampai diperoleh informasi yang diinginkan.
Penerapan teori ini dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
1)
Jangan terlalu cepat dalam menyampaikan informasi yang berbeda,
dibutuhkan waktu agar informasi yang pertama tidak terdesak oleh informasi
berikutnya.
2)
Jangan terlalu banyak ide yang diberikan dalam satu kali penyampaian,
kecuali jika telah ada informasi pengait dalam memori jangka panjang.
3)
Dibutuhkan memberikan waktu/kesempatan berpikir pada peserta didik ketika
harus menjawab pertanyaan.
Ada beberapa kelompok model pembelajaran pemerosesan informasi, antara lain:
berpikir induktif, pemerolehan konsep, latihan inkuiri, inkuiri ilmiah, perkembangan
kognitif, advance organizer, dan belajar pola (mnemonik). Tujuan pembelajaran
dari masing-masing model pembelajaran tersebut dideskripsikan pada tabel
berikut.
Tabel 1.1 Kelompok Model Pembelajaran Pemerosesan Informasi
Model Pembelajaran |
Pengembang |
Tujuan Pembelajaran |
Berpikir
Induktif (Klasifikasi) |
Hilda Taba
(Bruce Joyce) |
Mengembangkan
kemampuan berpikir indukti, yakni keterampilan mengklasifikasi, membuat dan
menguji hipotesis, serta memahami bagaimana membangun pemahaman konseptual tentang
materi ajar. |
Pemerolehan
Konsep (Concept attainment) |
Jerome
Bruner Fred
Lighthall |
Mengembangkan
kemampuan mempelajari konsep, yakni strategi untuk memperoleh dan
mengaplikasikan konsep. Peserta didik diharapkan mampu mengembangkan dan
menguji hipotesis, serta belajar bermakna |
Latihan
Inkuiri (Inquiry Training) |
Richard
Suchman |
Meningkatkan
keingintahuan dan kemampuan melakukan eksplorasi, memahami cara mengumpulkan
dan mengolah informasi, mengembangkan dan menguji hipotesis, membangun
konsep, serta berpikir tentang sebab-akibat. |
Inkuiri
Ilmiah |
Suchman |
Meningkatkan
keingintahuan terhadap sebuah fenomena, merancang ekplorasi, mengumpulkan dan
menganalisis data untuk memahami fenomena yang terjadi. |
Perkembangan
Kognitif |
Jean
Piaget Lawrence Kohlberg Edmun
Sullivan Irving
Sigel |
Meningkatkan
pengembangan intelektual secara umum dan mengatur pembelajaran untuk
memfasilitasi perkembangan intelektual |
Advance
Organizer |
David
Ausubel |
Rancangan
untuk meningkatkan kemampuan menyerap dan mengelola informasi, terutama
belajar dari guru dan membaca |
Belajar
Pola (mnemonik) |
Michael
Pressley Joel Levin Delaney |
Meningkatkan
kemampuan memperoleh informasi, konsep, sistem konseptual, dan control
meta-kognitif dari kemampuan mengolah informasi |
Beberapa model pembelajaran tersebut dapat diterapkan untuk pembelajaran berbantuan TIK (blended learning) atau belajar secara online. Berikut ini dijelaskan tentang model pembelajaran perolehan konsep dan model advance organizer.
1.
Model
Pembelajaran Perolehan Konsep (Concept
Attaintment)
Ada tiga
jenis model perolehan konsep, yakni: a) model perolehan konsep berorientasi
menerima, b) model perolehan konsep berorientasi seleksi, dan c) model materi
tidak terorganisasi. Model perolehan konsep berorientasi menerima menempatkan
peserta didik kurang aktif belajar dan guru bertindak lebih dominan sebagai
sumber belajar. Model perolehan konsep berorientasi seleksi menempatkan peserta
didik sebagai pembelajar aktif dalam memperoleh konsep. Model materi tidak
terorganisasi menggunakan metode diskusi kelompok dalam upaya memperoleh
konsep.
Tahapan umum
pembelajaran perolehan konsep adalah sebagai berikut
1)
Perencanaan
aktivitas perolehan konsep |
1.1
mengidentifikasi
tujuan 1.2
memilih
contoh 1.3
mengurutkan
contoh 1.4
memilih
atau membuat media penyajian |
2)
Implementasi
aktivitas perolehan konsep |
2.1
menyajikan
contoh 2.2
menganalisis
karakteristik konsep |
3)
Mengevaluasi
aktivitas perolehan konsep |
Sintaks (Joice
dan Weil, 2003):
Fase 1:
presentasi data dan identifikasi konsep
Fase 2:
menguji perolehan konsep
Fase 3:
menganalisis strategi berpikir
Sintaks
pembelajaran ini menurut Eggen dan Kauchak (1996) adalah sebagai berikut:
Fase |
Deskripsi |
Menyajikan contoh |
Guru menyajikan contoh positif dan contoh
negatif (atau bukan contoh) dan membimbing peserta didik untuk mengembangkan
hipotesis |
Menganalisis hipotesis |
Peserta didik didorong untuk menganalisis
hipotesis dengan menyajikan contoh baru |
Penutup |
Peserta didik menganalisis contoh untuk
mengembangkan karakteristik kritis dan merumuskan definisi |
Aplikasi |
Guru menyajikan contoh tambahan dan peserta
didik menganalisis contoh tersebut berdasarkan definisi yang telah dibuat |
Sistem Sosial:
Guru
mengatur tahapan belajar dan mendorong interaksi antar siswa, namun dialog
terbuka terjadi pada fase akhir. Model ini relatif terstruktur, dimana siswa
memiliki inisiatif melakukan proses induktif ketika memperoleh lebih banyak
pengalaman.
Prinsip Reaksi:
Guru
memberikan dukungan dan membantu peserta didik dalam membahas hipotesis, serta
mendiskusikan dan mengevaluasi strategi berpikirnya.
Sistem Pendukung:
Bahan dan
data harus diseleksi dan diatur dalam beberapa unit untuk digunakan sebagai
bahan contoh. Peserta didik dapat membuat contoh jika sudah mahir.
Dampak:
Dampak
instruksional dan dampak pengiring dari model pembelajaran ini dideskripsikan
sebagai berikut:
Gambar 1.3 Dampak
model pembelajaran perolehan konsep (Joice dan Weil,
2003)
Arends
(2007) memaparkan tentang model pengajaran konsep yang dapat diterapkan untuk
penguasaan konsep-konsep spesifik, sifat konsep, penalaran logis dan berpikir
tingkat tinggi, serta komunikasi.
Gambar 1.4 Hasil
belajar dari pengajaran konsep (Arends, 2007)
Sintaks
pembelajaran konsep adalah sebagai berikut (Arends, 2007).
Fase |
Kegiatan guru |
1)
Klarifikasi tujuan dan menyiapkan
peserta didik untuk belajar |
Menjelaskan tujuan dan prosedur pembelajaran,
serta mempersiapkan peserta didik untuk belajar |
2)
Memberi contoh dan bukan contoh |
Menyajikan konsep, mengidentifikasi atribut,
memberi ilustrasi (contoh) dan bukan contoh. |
3)
Menguji penguasaan peserta didik |
Mempresentasikan contoh dan bukan contoh
tambahan untuk menguji pemahaman peserta didik tentang konsep. Peserta didik
diminta memberikan contoh dan bukan contoh |
4)
Menganalisis proses berpikir dan
integrasi pembelajaran peserta didik |
Mengarahkan peserta didik untuk memikirkan
tentang proses berpikirnya, menelaah keputusannya, dan konsekuensi
keputusannya sendiri. Guru membantu peserta didik untuk mengintegrasikan
pembelajaran dengan konsep lain. |
2.
Model
Pembelajaran Advance Organizer (Joice
dan Weil, 2003)
Model
pembelajaran ini dikembangkan berdasarkan teori David P Ausubel tentang belajar
verbal bermakna. Teori tersebut terkait dengan organisasi pengetahuan, yakni
bagaimana proses berpikir dalam mengolah informasi baru. Ausubel memikirkan
cara menolong guru dalam menyampaikan informasi yang banyak dan bermakna,
dimana guru bertindak sebagai penceramah. Model Ausubel dapat dijabarkan
sebagai berikut:
1)
Perencanaan
aktivitas Ausubel |
1.1
Penentuan
lingkup 1.2
Organisasi
hirarki materi 1.3
Formulasi
advance organizer |
2)
Pelaksanaan
aktivitas Ausubel |
2.1
Penyajian advance
organizer 2.2
Pembedaan
progresif 2.3
Rekonsilisasi
terpadu |
3)
Evaluasi
aktivitas Ausubel |
Sintaks:
Fase 1:
Penyajian Advance Organizer
Klarifikasi
tujuan pembelajaran
Penyajian
pengaturan (organizer)
Identifikasi
atribut definisi
Memberikan
contoh atau ilustrasi jika sesuai
Memberikan
konteks
Pengulangan
Mendorong
kesadaran peserta didik akan pengetahuan dan pengalaman yang relevan
Fase 2:
Penyajian tugas belajar atau materi
Penyajian
materi
Membuat
keteraturan logis dari materi ajar secara eksplisit
Menghubungkan
materi dengan pengaturan
Fase 3:
Penguatan organisasi kognitif
Menggunakan
prinsip untuk mengatur kembali hubungan secara terpadu
Membuat
pendekatan kritis terhadap materi ajar
Klarifikasi
ide
Menerapkan
ide secara aktif
Sistem Sosial:
Sangat terstruktur,
membutuhkan kolaborasi aktif antara guru dan peserta didik.
Prinsip Reaksi:
Negosiasi
makna, menghubungkan materi dan organizer
secara responsif
Sistem Pendukung:
Data yang
cukup dan materi yang terorganisasi dengan baik
Dampak:
Dampak instruksional
dan dampak pengiring dari model pembelajaran ini dideskripsikan sebagai
berikut:
Gambar 1.5 Dampak
model pembelajaran advance organizer (Joice dan Weil, 2003)
Advance organizer juga digunakan dalam model presentasi yang
memiliki sintaks sebagai berikut (Arends, 2007).
Fase |
Kegiatan guru |
1)
Klarifikasi tujuan dan persiapan
belajar |
Guru mengemukakan tujuan pembelajaran dan
mempersiapkan peserta didik untuk belajar |
2)
Mempresentasikan advance organizer |
Guru mempresentasikan advance organizer untuk memberikan kerangka materi belajar dan mengaitkan pengetahuan yang telah dimiliki
peserta didik |
3)
Mempresentasikan materi ajar |
Guru mempresentasikan materi ajar secara
bertahap mengikuti urutan logis dan makna bagi peserta didik |
4)
Memantau dan memeriksa pemahaman, serta
kemampuan berpikir peserta didik |
Guru melontarkan berbagai pertanyaan dan
mendorong peserta didik untuk berpikir logis dan kritis |
DAFTAR PUSTAKA
Arends, R. I. (2007). Learning
to Teach, Seventh Edition, New York: McGraw Hill
Eggen, P.D.
& Kauchak, D.P. (1996). Strategies for teachers, 3rd
Ed., Singapore: Allyn and Bacon
Joyce, B.,
Weil, M, & Showers, B. (2003). Model of
Teaching, 5th Ed., New Delhi: Prentice-Hall Inc.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar